Kesetiaan Stefanus dan Kehadiran Kristus di Tengah Dunia
![](https://dekenatmena.com/wp-content/uploads/2024/12/IMG_20241221_142130-780x470.jpg)
DekenatMena.com – Homili Eksegetis: “Kesetiaan Stefanus dan Kehadiran Kristus di Tengah Dunia – oleh Yudel Neno, Pr
Bacaan Kitab Suci:
Kisah Para Rasul 6:8-10; 7:54-59
Matius 10:17-22
Pendahuluan
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, Kita diajak untuk merenungkan kesaksian hidup Stefanus, Martir Pertama Gereja, yang menyerahkan nyawanya sebagai tanda kesetiaan kepada Kristus. Kisah Stefanus bukan sekadar cerita tentang kematian seorang pengikut Yesus, tetapi juga sebuah penegasan tentang keberpihakan Allah pada keselamatan umat manusia. Allah, yang mengutus Putra-Nya untuk lahir di tengah kita, menghadirkan harapan dan keselamatan, bahkan di tengah penolakan, egoisme, dan kekerasan.
Eksegese Kisah Para Rasul 6:8-10; 7:54-59
Stefanus adalah salah satu dari Tujuh d
Diakon yang dipilih untuk melayani komunitas Kristen Perdana, terutama dalam pelayanan kepada para janda dan kaum miskin (Kis. 6:1-7). Namun, Stefanus tidak hanya dikenal karena pelayanannya, tetapi juga karena hikmat dan kuasa yang diberikan Roh Kudus kepadanya. Dalam Kisah Para Rasul 6:8-10, Stefanus digambarkan penuh dengan “karunia dan kuasa,” dan ia melakukan tanda-tanda ajaib di tengah umat.
Ketika menghadapi oposisi dari kelompok agama tertentu, mereka tidak dapat membantah hikmat Stefanus, sehingga mereka menggunakan fitnah untuk menyingkirkan dia. Di Kisah Para Rasul bab 7, Stefanus memberikan pidato panjang tentang sejarah keselamatan, menegaskan bagaimana Allah telah bekerja melalui para nabi dan bagaimana Yesus adalah penggenapan rencana Allah. Namun, para pemimpin agama, yang terjebak dalam egoisme kebijakan mereka, menolak kebenaran ini.
Kemartiran Stefanus adalah buah dari kebijakan egois yang lebih mementingkan status quo daripada membuka diri terhadap karya Allah yang baru. Egoisme ini juga tercermin dalam peran Saulus, yang “menyetujui pembunuhan Stefanus” (Kis. 8:1). Namun, melalui pembalikan yang luar biasa, Saulus kemudian menjadi Paulus, Rasul Besar yang menyebarkan Injil. Kisah ini menunjukkan bahwa Allah dapat membawa keselamatan bahkan melalui peristiwa yang tampaknya penuh kekerasan dan kejahatan.
Eksegese Matius 10:17-22
Yesus dalam Injil Matius 10:17-22 memperingatkan murid-murid-Nya tentang penganiayaan yang akan mereka hadapi. Yesus berkata, “Kamu akan diserahkan kepada pengadilan-pengadilan agama dan disesah di rumah-rumah ibadat.” Kata-kata ini menjadi kenyataan dalam hidup Stefanus. Namun, Yesus juga memberikan jaminan: “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu khawatir akan bagaimana dan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga” (Mat. 10:19). Dalam hidup Stefanus, kita melihat janji ini terpenuhi. Roh Kudus memberinya keberanian dan hikmat untuk bersaksi hingga akhir.
Yesus juga berbicara tentang ketekunan: “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Mat. 10:22). Stefanus tidak hanya bertahan tetapi juga meneladani Kristus dengan mengampuni mereka yang melemparinya dengan batu. Dalam kematian Stefanus, kita melihat refleksi pengorbanan Kristus sendiri, yang menunjukkan bahwa kesetiaan kepada Allah melampaui rasa takut akan penderitaan atau kematian.
Pendekatan Historis-Kritis: Egoisme Kebijakan dan Pengutusan Allah
Secara historis, kematian Stefanus mencerminkan ketegangan sosial dan religius pada masa itu. Para pemimpin agama di Yerusalem merasa terancam oleh komunitas Kristen yang bertumbuh, yang dianggap menantang tradisi Yahudi. Egoisme kebijakan mereka mendorong mereka untuk menolak Yesus sebagai Mesias dan, pada akhirnya, membungkam para saksi-Nya, termasuk Stefanus.
Namun, kemartiran Stefanus bukanlah akhir dari cerita. Peristiwa ini menjadi pintu bagi karya keselamatan Allah yang lebih besar. Kehadiran Saulus menunjukkan bahwa bahkan melalui tindakan egois dan kekerasan manusia, Allah tetap bekerja untuk menggenapi rencana-Nya. Saulus yang dulunya adalah penganiaya gereja menjadi alat Allah untuk membawa Injil ke bangsa-bangsa.
Relevansi Stefanus dan Kehadiran Kristus
Pengorbanan Stefanus mencerminkan keberpihakan Allah kepada keselamatan manusia. Allah yang mengutus Putra-Nya untuk lahir di dunia menunjukkan kasih-Nya yang tanpa batas. Kelahiran Kristus adalah awal dari penggenapan karya keselamatan, yang berlanjut melalui kesaksian para murid-Nya, termasuk Stefanus. Kehadiran Kristus di tengah dunia memberikan harapan, bahkan di tengah penderitaan dan penolakan.
Sebagai umat beriman, kita dipanggil untuk meneladani Stefanus dalam keberanian dan ketekunan. Dunia kita saat ini juga menghadapi tantangan berupa egoisme, ketidakadilan, dan penolakan terhadap nilai-nilai Kristiani. Dalam situasi ini, kita diajak untuk menjadi saksi Kristus yang hidup, membawa harapan dan kasih-Nya kepada orang-orang di sekitar kita.
Relevansi Hikmah atas Kesaksian Iman Stefanus Martir dan Panggilan untuk Membawa Perdamaian Pasca Kelahiran Kristus
Kesaksian Stefanus: Keberanian dalam Iman dan Kasih
Stefanus adalah contoh nyata bagaimana iman kepada Kristus membawa keberanian untuk berbicara dan bertindak demi kebenaran, meskipun menghadapi ancaman dan kekerasan. Ia menampilkan sikap yang penuh damai dan kasih, bahkan terhadap mereka yang menganiayanya. Ketika Stefanus memohon pengampunan bagi orang-orang yang melemparinya dengan batu (Kis. 7:60), ia mencerminkan kasih Kristus di kayu salib yang berdoa, “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34).
Relevansi sikap Stefanus bagi kita adalah panggilan untuk membawa damai di tengah konflik. Dunia saat ini, seperti pada zaman Stefanus, sering terjebak dalam kekerasan, ketidakadilan, dan egoisme. Melalui kesaksian iman Stefanus, kita diingatkan bahwa jalan damai sejati hanya dapat ditemukan dalam kasih yang tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dengan pengampunan dan ketulusan.
Kelahiran Kristus: Awal Perdamaian Sejati
Kelahiran Kristus adalah perwujudan janji Allah untuk menghadirkan damai di dunia. Malaikat pada malam kelahiran Kristus memproklamasikan, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk. 2:14). Namun, damai yang ditawarkan oleh Kristus bukan sekadar tidak adanya konflik, melainkan pendamaian manusia dengan Allah, dan manusia dengan sesamanya.
Stefanus, sebagai saksi Kristus, menunjukkan bagaimana perdamaian Kristus diterapkan dalam hidupnya. Ia tidak hanya memberitakan Injil, tetapi juga memperlihatkan perdamaian itu melalui tindakan pengampunan dan penyerahan dirinya kepada Allah, bahkan dalam situasi yang paling sulit.
Perdamaian sebagai Panggilan Kita Pasca Kelahiran Kristus
Kelahiran Kristus menandai dimulainya panggilan bagi semua pengikut-Nya untuk menjadi pembawa damai. Dalam Matius 5:9, Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Kesaksian Stefanus menjadi contoh bagaimana perdamaian itu harus diwujudkan, bahkan di tengah ancaman.
Pengampunan sebagai Jalan Perdamaian
Stefanus menunjukkan bahwa pengampunan adalah kekuatan untuk mengatasi kebencian. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dipanggil untuk menjadi agen pengampunan di keluarga, komunitas, dan masyarakat.
Keberanian untuk Kebenaran
Perdamaian tidak berarti kompromi dengan ketidakadilan. Stefanus berbicara dengan berani demi kebenaran, tetapi dengan penuh kasih. Kita juga dipanggil untuk memperjuangkan keadilan dengan cara yang damai.
Kesaksian Melalui Hidup
Stefanus memberi kesaksian bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan. Hidup kita adalah alat pewartaan damai Kristus yang paling kuat.
Perdamaian dalam Konteks Dunia Modern
Dalam dunia yang dipenuhi dengan konflik, polarisasi, dan egoisme, kisah Stefanus mengajarkan bahwa perdamaian sejati dimulai dari hati yang penuh kasih dan iman kepada Allah. Kelahiran Kristus mengingatkan kita bahwa damai yang sejati adalah buah dari hubungan yang diperbarui dengan Allah. Dengan membawa kasih Kristus ke dalam dunia, kita dapat menjadi alat perdamaian di tengah kekacauan.
Kesaksian Stefanus sebagai martir pertama dan kelahiran Kristus sebagai tanda perdamaian Allah bagi dunia adalah panggilan bagi kita semua untuk menjadi pembawa damai. Stefanus mengajarkan bahwa membawa damai tidak selalu berarti menghindari penderitaan, tetapi justru melalui keberanian, pengampunan, dan kesetiaan kepada Allah. Kelahiran Kristus membuka jalan bagi kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah, yang memancarkan damai di tengah dunia. Semoga kita, dengan mengikuti teladan Stefanus dan Kristus sendiri, membawa damai ke mana pun kita pergi. Amin.
Penutup
Saudara-saudari terkasih, Stefanus adalah Martir Pertama yang menunjukkan bahwa kasih dan keselamatan Allah melampaui kekerasan dan egoisme manusia. Kematian Stefanus tidak sia-sia, tetapi menjadi benih bagi pertumbuhan Gereja. Semoga kita semua, melalui hidup dan kesaksian kita, menjadi alat Allah untuk menyebarkan kasih dan keselamatan yang telah dinyatakan melalui kelahiran Putra-Nya. Amin.