Opini

Keluarga Kudus: Refleksi Teologis dan Pastoral tentang Martabat Perkawinan dan Keluarga dalam Magisterium Gereja

DekenatMena.comKeluarga Kudus: Refleksi Teologis dan Pastoral tentang Martabat Perkawinan dan Keluarga dalam Magisterium Gereja – Oleh Rm. Yudel Neno, Pr

Pendahuluan

Keluarga Kudus menjadi teladan utama bagi umat Katolik dalam memahami dan menjalani martabat perkawinan serta kehidupan keluarga.

Dalam tradisi Gereja, keluarga dipandang sebagai persekutuan kasih yang kudus, tempat kasih Allah diwujudkan dalam relasi antaranggota keluarga.

Ajaran Magisterium Gereja, termasuk Dokumen Konsili Vatikan II dan Ensiklik para Paus, memberikan dasar teologis dan pastoral yang kokoh untuk menuntun keluarga menuju panggilan hidup yang kudus.

Perayaan Pesta Keluarga Kudus setiap tahun menjadi momen refleksi bagi umat untuk meneladani semangat kasih, kesatuan, dan kesetiaan yang diwujudkan oleh Yesus, Maria, dan Yosef.

Dalam konteks modern, keluarga menghadapi tantangan besar yang dapat mengancam harmoni dan kesuciannya. Oleh karena itu, ajaran Gereja tentang keluarga tetap relevan untuk membimbing umat dalam menghadapi dinamika kehidupan sehari-hari.

Refleksi ini hadir untuk menegaskan kembali nilai-nilai dasar perkawinan Katolik yang mengutamakan kasih yang sabar, tanggung jawab moral, dan keterbukaan terhadap kehidupan.

Dengan menempatkan Kristus sebagai pusat kehidupan keluarga, umat diajak untuk menjadikan rumah tangga sebagai tempat pertama iman bertumbuh dan kasih ilahi dinyatakan.

Magisterium Gereja dan Keluarga

Magisterium Gereja adalah kuasa mengajar Gereja, yang secara khusus dimiliki oleh Paus dan para Uskup dalam kesatuan dengan Paus. Kuasa ini diperoleh melalui Sakramen Tahbisan, dengan kebenaran Kristus sebagai dasar utama dan terang Roh Kudus sebagai sumber inspirasi.

Sementara, tentang keluarga, Konsili Vatikan II menegaskan bahwa keluarga merupakan persekutuan kasih yang menjadi bagian dari rencana Allah sejak penciptaan.

Dokumen Gaudium et Spes (GS) artikel 47-52, menempatkan keluarga sebagai bagian integral dari kehidupan Kristiani. Keluarga disebut sebagai sarana untuk mewujudkan kasih ilahi di dunia. Ajaran ini menegaskan bahwa hidup perkawinan merupakan persekutuan kasih suami-istri yang mencerminkan semangat persatuan Trinitas: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Kesatuan ini juga ditegaskan melalui sifat unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (tak terceraikan) yang menjadi inti perkawinan Katolik.

Dasar Teologis Perkawinan dan Keluarga

Perkawinan dan keluarga memiliki dasar teologis yang kokoh, berakar pada kasih Allah yang diwujudkan melalui Sakramen Perkawinan.

Berikut ini beberapa poin penting, yang dapat dijadikan sebagai landasan dan inspirasi teologis bagi umat

Persekutuan Hidup dan Kasih Suami-Istri

Hidup suami-istri adalah persekutuan yang dibangun atas kasih yang sabar dan mesra. Kasih ini menjadi dasar untuk mengatasi setiap persoalan hidup dan membangun hubungan yang harmonis. Persekutuan ini tidak hanya manusiawi, tetapi juga ilahi, karena dikehendaki oleh Sang Pencipta sejak awal penciptaan.

Kesetiaan dalam Perjanjian Pernikahan

Perkawinan Katolik diteguhkan melalui janji yang bebas dan sadar, tanpa paksaan. Janji ini tidak dapat ditarik kembali, karena didasarkan pada kasih yang saling menyerahkan diri secara timbal balik. Kesetiaan ini mencerminkan kasih Allah yang kekal kepada umat-Nya.

Pemberian Diri yang Timbal Balik

Suami-istri dipanggil untuk saling menyerahkan diri dengan kasih yang tulus. Pemberian diri ini harus dilakukan dalam semangat pengorbanan yang mencerminkan kasih Kristus di salib. Dengan mengintegrasikan dimensi seksual dan afeksional, pasangan dapat membangun persekutuan yang harmonis dan penuh kasih.

Dimensi Ilahi dalam Perkawinan

Perkawinan bukan hanya tindakan manusiawi, tetapi juga memiliki dimensi ilahi karena diangkat menjadi sakramen oleh Kristus. Dalam persekutuan ini, pasangan suami-istri dipanggil untuk menjadi rekan kerja Allah dalam menciptakan kehidupan baru dan mendidik anak-anak mereka dalam kasih ilahi.

Ajaran Paus tentang Keluarga

Para Paus telah memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan pemahaman Gereja tentang keluarga.

Paus Paulus VI

Dalam Humanae Vitae, Paulus VI menegaskan hubungan erat antara cinta kasih suami-istri dan penerusan kehidupan. Ia juga menyebut keluarga sebagai “Gereja Rumah Tangga,” tempat Injil diteruskan dan menjadi terang dalam masyarakat.

Paus Yohanes Paulus II

Melalui Familiaris Consortio dan Katekesenya tentang Teologi Tubuh, Yohanes Paulus II menekankan bahwa keluarga adalah jalan menuju kekudusan. Keluarga dilihat sebagai gambaran Gereja, di mana kasih Allah terintegrasi dalam hubungan suami-istri, orang tua-anak, dan persaudaraan.

Paus Benediktus XVI

Dalam Deus Caritas Est, Benediktus XVI menegaskan bahwa kasih Kristus yang tersalib menjadi teladan utama bagi pasangan suami-istri. Perkawinan dipandang sebagai hubungan eksklusif dan definitif yang mencerminkan kasih Allah kepada umat-Nya.

Paus Fransiskus

Dalam Lumen Fidei dan Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus menyebut keluarga sebagai tempat pertama di mana iman diwariskan. Ia menekankan pentingnya stabilitas dan kesatuan dalam perkawinan sebagai dasar bagi kehidupan beriman yang kokoh.

Kesimpulan: Keluarga sebagai Sakramen Hidup

Keluarga adalah gambaran kasih Allah yang nyata di dunia. Melalui Sakramen Perkawinan, suami-istri dipanggil untuk mencerminkan kasih Kristus dan Gereja dalam kehidupan mereka. Tantangan modern tidak boleh memadamkan semangat keluarga Kristiani untuk tetap hidup dalam kasih, kesetiaan, dan persekutuan.

Sebagai Gereja Rumah Tangga, keluarga memiliki misi untuk menjadi terang di tengah dunia. Dengan meneladani Keluarga Kudus, umat Katolik dapat membangun keluarga yang kuat, harmonis, dan kudus, serta menjadi saksi kasih Allah yang hidup. Semoga perayaan Pesta Keluarga Kudus menginspirasi setiap keluarga untuk hidup dalam kasih dan kebenaran ilahi. ***

 

Sumber  Bacaan :
Seri Dokumen Gerejawi Nomor 103 tentang Panggilan dan Misi Keluarga Dalam Gereja dan Dalam Dunia Dewasa Ini, Dokpen KWI, Jakarta ; Januari 2018. Dokumen ini merupakan hasil dari Sidang Para Uskup, Sidang Umum Biasa ke-XIV dan Laporan Akhir Para Uskup Kepada Bapa Suci, Paus Fransiskus, 25 Oktober 2015. Isi tulisan ini diambil khusus dasi Bab II dalam Dokumen ini tentang Keluarga dalam Magisterium Gereja

Komentar

Related Articles

Back to top button