Berita

Allah Tritunggal: Solidaritas Ilahi sebagai Model Relasi Dinamis dan Kritik terhadap Dominasi bagi Komunitas Manusia

DekenatMena.comRefleksi TeologisAllah Tritunggal: Solidaritas Ilahi sebagai Model Relasi Dinamis dan Kritik terhadap Dominasi bagi Komunitas ManusiaYudel Neno, Pr

Pendahuluan

Dalam tradisi Teologi Pembebasan, Allah dipahami sebagai Pribadi yang aktif, solider, dan dinamis. Leonardo Boff, salah satu Tokoh Utama Teologi Pembebasan, menawarkan pandangan mendalam tentang Allah sebagai relasi dan persekutuan kasih yang dinamis.

Gagasan yang ditawarkan Boff, tidak hanya relevan untuk memahami hubungan Allah dengan manusia tetapi juga sebagai inspirasi praktis bagi pembangunan komunitas manusia yang adil, setara, dan harmonis.

Solidaritas Allah yang berpihak kepada yang lemah dan kritik terhadap struktur dominasi menjadi dasar untuk menciptakan dunia yang lebih berkeadilan.

Artikel ini mengintegrasikan kedua pemikiran tentang Solidaritas Allah dan Kritik atas Dominasi sebagai satu kesatuan teologis yang memandu umat manusia menuju persekutuan yang mencerminkan kasih Allah Tritunggal.

Allah sebagai Relasi dan Persekutuan Dinamis

Leonardo Boff memahami Allah Tritunggal (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) sebagai wujud persekutuan kasih yang sempurna. Allah bukanlah entitas statis yang terpisah dari ciptaan, tetapi relasi dinamis yang hidup. Dalam Relasi Tritunggal, Tiga Pribadi (Satu Allah) saling berkomunikasi, memberi, dan menerima secara total, menciptakan persekutuan yang harmoni. Hubungan antar BERTIGA bercorak perikoresis; saling mencakupi sebagai wujud pemberian yang total.

Relasi Horizontal dalam Tritunggal

Relasi dalam Allah Tritunggal bukanlah hirarki melainkan kesetaraan. Ketiga pribadi Allah bekerja dalam saling melengkapi dan saling memperkaya. Pola ini menjadi model ideal bagi manusia yang diciptakan dalam gambar dan rupa Allah (Imago Dei). Manusia dipanggil untuk hidup dalam solidaritas, saling berbagi, dan membangun persekutuan yang inklusif.

Inspirasi bagi Komunitas Umat Manusia

Allah sebagai persekutuan kasih yang dinamis merupakan dasar paling utama dan pola ideal bagi manusia untuk membangun relasi dan persekutuan.

Pola ideal yang dimaksudkan dan sekaligus merupakan ruang sasas teologis, sebagai manifestasi persekutuan kasih Allah dalam relasi yang dinamis, dapat nampak melalui beberapa point di bawah ini.

Yang pertama : Membangun keluarga sebagai “gereja kecil” di mana cinta, komunikasi, dan dukungan menjadi dasar relasi.

Yang kedua : Menjadikan gereja sebagai komunitas dialogis yang inklusif dan berjuang untuk kesejahteraan semua orang.

Yang ketiga : Mendorong masyarakat untuk menjadi citra Allah melalui rekonsiliasi, dialog antarbudaya, dan upaya melawan ketidakadilan.

Solidaritas Allah dan Kritik terhadap Dominasi

Solidaritas Allah tercermin dalam tindakan-Nya yang berpihak kepada kaum tertindas dan melawan dominasi. Dalam Tradisi biblis, Allah digambarkan sebagai Pembela Orang Miskin dan yang menderita (Mazmur 146:7-9). Solidaritas ini mencapai puncaknya dalam Peristiwa Inkarnasi Yesus Kristus, yang hadir di tengah umat manusia untuk menegaskan kasih dan pembebasan Allah.

Yesus sebagai Solidaritas Allah

Yesus adalah Lambang solidaritas Allah dengan manusia. Maka disebut juga sebagai Puncak Kasih Allah (Wahyu). Kehidupan dan pelayanan-Nya menunjukkan keberpihakan kepada yang miskin, yang sakit, dan yang tertindas. Dalam Sabda Bahagia (Matius 5:3-12), Yesus membalik struktur dominasi dunia dengan mengangkat martabat mereka yang dianggap rendah oleh masyarakat.

Kritik terhadap Struktur Dominasi

Dominasi dalam bentuk sosial, ekonomi, dan politik bertentangan dengan relasi kasih Allah Tritunggal. Sistem yang menciptakan ketimpangan, eksploitasi, dan penindasan adalah dosa terhadap Relasi Ilahi. Leonardo Boff dan Teolog Lembebasan lainnya mengkritik kapitalisme liar, kolonialisme, dan patriarki sebagai struktur yang merusak persekutuan manusia dengan Allah dan sesamanya.

Relevansi bagi Hidup Komunitas Umat Manusia

Pemahaman tentang Allah sebagai Relasi Dinamis dan Solidaritas Ilahi menawarkan prinsip-prinsip penting untuk membangun komunitas manusia yang adil dan setara.

Yang pertama : Komunitas sebagai Ruang Solidaritas

Komunitas manusia harus menjadi tempat di mana yang lemah dilindungi, yang tertindas diberdayakan, dan yang terlupakan diakui martabatnya. Solidaritas Allah mengilhami manusia untuk menciptakan hubungan yang didasarkan pada cinta, keadilan, dan kesetaraan.

Yang kedua : Melawan Struktur Penindasan

Kritik terhadap dominasi memanggil komunitas manusia untuk melawan ketimpangan ekonomi, diskriminasi, dan eksploitasi. Hal ini relevan dalam konteks global seperti krisis pengungsi, perubahan iklim, dan ketidakadilan sosial.

Yang ketiga : Tindakan Nyata

Solidaritas Allah harus diwujudkan dalam tindakan konkret seperti mendukung yang miskin, menciptakan kebijakan inklusif, dan membangun dialog lintas budaya. Gereja sebagai komunitas iman harus menjadi teladan dalam mempraktikkan solidaritas ini. Praktek ini sejalan dengan mandat Konsili Vatikan II yang mengedepankan Suara Kenabian Profetis Kreatif di samping Suara Kenabian Profetis Kritis.

Kesimpulan

Allah Tritunggal, yang hidup dalam relasi kasih dan persekutuan dinamis, memberikan model ilahi bagi komunitas manusia. Solidaritas Allah yang berpihak kepada yang lemah menantang struktur dominasi dan menawarkan visi untuk dunia yang lebih adil dan harmonis. Pemahaman ini bukan hanya relevan secara teologis tetapi juga memiliki implikasi praktis bagi membangun masyarakat yang mencerminkan kasih, keadilan, dan kesetaraan Allah. Manusia dipanggil untuk hidup dalam relasi yang aktif, inklusif, dan transformatif, sebagaimana Allah hidup dalam persekutuan-Nya.

Penulis : RD. Yudel Neno

Sumber Bacaan : 

Allah Persekutuan; Ajaran tentang Allah Tritunggal, karya Leonardo Boff

Allah Menggugat, Georg Kircberger

Teologi Sistematika 1 dan 2, karya Dr. Nico Syukur Dister, OFM

Teologi Sistematika karya Henry C. Thiessen direvisi oleh Vernon D. Doerksen

Komentar

Related Articles

Back to top button