DekenatMena.com – OPINI – Denny Januar Ali (Denny JA) —- Menghidupkan Sisi Spiritualitas Manusia ; Hukum Pertama Hidup Bermakna ; Hubungan Personal.
“Hidup yang baik dibangun dari hubungan personal yang hangat dan bermakna.”— Robert Waldinger, Direktur Harvard Study of Adult Development
Kutipan ini menyampaikan kebijaksanaan yang mendalam dan sederhana. Hidup yang baik, seperti yang dikatakan Waldinger, tidak ditemukan dalam pencapaian materi atau status. Hidup yang bermakna justru lahir dalam kehangatan dan keintiman hubungan antar manusia.
Baca Juga : Positivity sebagai Hukum Kedua Hidup Bermakna
Spiritualitas adalah konsep yang merujuk pada pencarian makna, tujuan, dan hubungan yang lebih dalam dengan sesuatu yang dianggap suci, transenden, atau lebih besar dari diri sendiri. Spiritualitas sering terkait dengan pertanyaan tentang eksistensi manusia, hubungan dengan alam semesta, dan nilai-nilai yang lebih mendasar dalam kehidupan, seperti cinta, kasih sayang, dan kebaikan
Baca Juga : Menumbuhkan Sisi Spiritualitas Manusia Seruan bagi para Esoteris untuk Berkumpul
Namun, apakah hubungan personal yang hangat sudah cukup untuk menjamin kebahagiaan dalam hidup seseorang? Jika kita melihat lebih dalam, perspektif ini masih meninggalkan ruang untuk kritik, terutama dari sisi struktural dan sosial.
Baca Juga : Makna Hidup di Era Algoritma
Menurut Aristoteles, kebahagiaan (eudaimonia) adalah tujuan tertinggi dari kehidupan manusia dan merupakan keadaan di mana seseorang menjalani hidup yang baik, yang dicapai melalui tindakan-tindakan yang sesuai dengan kebajikan (virtue). Dalam karyanya Nicomachean Ethics, Aristoteles menjelaskan bahwa kebahagiaan bukan hanya tentang kesenangan atau kekayaan, tetapi tentang pencapaian potensi tertinggi manusia melalui kehidupan yang berbudi luhur dan rasional.
Aristoteles menyatakan bahwa kebahagiaan diperoleh dengan menjalani hidup yang sesuai dengan sifat alamiah manusia, yaitu sebagai makhluk rasional. Oleh karena itu, kebahagiaan yang sejati tercapai ketika seseorang bertindak dengan kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan kebajikan moral lainnya. Ini bukanlah sesuatu yang bisa dicapai dalam waktu singkat, tetapi merupakan hasil dari proses hidup yang panjang dan penuh dedikasi terhadap pengembangan karakter moral dan intelektual.
Kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh relasi personal, tetapi juga oleh kondisi sosial-ekonomi yang melingkupi individu. Sebuah hubungan yang baik tidak selalu dapat menopang kebahagiaan jika orang tersebut hidup dalam sistem ekonomi yang tidak adil atau terjebak dalam alienasi kapitalistik.
Dari sudut pandang Marxisme, ketidakadilan sosial ini sering kali menghalangi kebahagiaan, meskipun seseorang memiliki hubungan personal yang hangat.
Kebahagiaan juga harus dikaitkan dengan kondisi struktural yang lebih adil, bukan sekadar relasi antarindividu.
Di tengah laju kehidupan modern yang dipenuhi target dan impian pribadi, kita sering kali melupakan bahwa kebahagiaan sejati berakar dari hubungan yang hangat—persahabatan yang tulus, kasih sayang keluarga, dan cinta yang mengalir di antara sesama.
Namun, kita juga harus mengingat bahwa hubungan tersebut tidak berdiri sendiri di ruang hampa. Mereka sering kali dibentuk oleh konteks ekonomi dan sosial yang lebih besar.
Sistem yang adil dan setara memungkinkan terciptanya hubungan yang lebih hangat dan bermakna, sementara ketidakadilan sosial sering kali menciptakan ketegangan dalam hubungan personal.
Metode dan Temuan dari Harvard Study of Adult Development
Harvard Study of Adult Development adalah penelitian jangka panjang yang menegaskan bahwa kualitas hidup, kesehatan, dan kebahagiaan kita sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan personal kita.
Studi ini dimulai pada tahun 1938 dan melibatkan dua kelompok—sekelompok mahasiswa Harvard dan sekelompok remaja dari keluarga miskin di Boston—yang dipantau secara berkala dari masa muda hingga usia lanjut.
Setiap dua tahun, para peserta diwawancarai mengenai pekerjaan, kesehatan, serta hubungan mereka. Tes kesehatan, survei psikologis, dan wawancara pribadi menjadi bagian dari metode observasi yang mencatat perubahan dalam hidup mereka selama delapan dekade.
Hasil utama dari penelitian ini sangat jelas: hubungan hangat adalah kunci kebahagiaan dan kesehatan jangka panjang.
Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa mereka yang berasal dari latar belakang sosial yang lebih tidak menguntungkan cenderung mengalami lebih banyak tantangan dalam membangun hubungan yang hangat.
Faktor ekonomi, akses terhadap pendidikan, dan ketidakadilan struktural menjadi penghalang yang signifikan bagi mereka yang berusaha mencari kebahagiaan melalui hubungan personal.
Sebagai tambahan perspektif, teori Abraham Maslow tentang self-actualization menegaskan bahwa kebutuhan dasar, seperti keamanan dan stabilitas ekonomi, harus terpenuhi sebelum seseorang bisa fokus pada hubungan yang hangat dan bermakna.
Ini menegaskan bahwa hubungan personal bukan satu-satunya faktor kebahagiaan, melainkan bergantung pada fondasi kebutuhan dasar yang sudah terpenuhi.
Konflik dan Realisme dalam Hubungan
Tidak semua hubungan hangat dan mendukung, dan kadang-kadang hubungan tersebut bisa menjadi sumber stres dan kesedihan. Misalnya, hubungan keluarga yang penuh konflik atau persahabatan yang berakhir buruk sering kali meninggalkan luka emosional.
Pandangan yang terlalu idealistik tentang hubungan personal sebagai kunci kebahagiaan harus memperhitungkan realita bahwa hubungan, seperti kehidupan itu sendiri, penuh dengan ketidaksempurnaan.
Kompleksitas ini bisa mengajarkan bahwa kebahagiaan melalui hubungan bukanlah sesuatu yang mudah dicapai atau selalu positif.
Tantangan dan konflik adalah bagian dari dinamika hubungan manusia. Jika dihadapi dengan bijak, konflik justru bisa menjadi batu loncatan untuk membangun hubungan yang lebih kuat dan bermakna.
Kisah nyata seorang ibu rumah tangga yang tinggal di pedesaan Jawa Tengah dapat memberikan ilustrasi nyata.
Meskipun hidup dalam keterbatasan ekonomi, ia berhasil membangun hubungan yang sangat hangat dengan keluarganya, menjadikan cinta dan dukungan sebagai fondasi kebahagiaan.
Namun, kisah ini juga menggambarkan bagaimana ia dan keluarganya kerap merasa terjebak dalam ketidakpastian finansial yang memengaruhi kesehatan emosional mereka.
Hubungan hangat, meskipun sangat berharga, tidak dapat sepenuhnya menghilangkan beban ekonomi yang menekan.
Hubungan dalam Tradisi Spiritualitas dan Esoterika
Sejak ribuan tahun, tradisi spiritual dan esoterika berbagai agama telah menggarisbawahi pentingnya hubungan hangat sebagai sumber kebahagiaan dan kedamaian.
Namun, dalam konteks agama-agama ini, hubungan bukan hanya tentang kehangatan, tetapi juga pengabdian dan keadilan.
Dalam ajaran agama, cinta kepada sesama bukan hanya sekadar alat untuk kebahagiaan individu, tetapi juga jalan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih.
Misalnya, ajaran Islam tentang ukhuwah menekankan pentingnya hubungan sosial yang saling mendukung sebagai bagian dari menciptakan kesejahteraan kolektif.
Dalam tradisi Buddha, cinta kasih atau metta mengajarkan kita untuk memancarkan cinta tanpa syarat kepada semua makhluk.
Kebahagiaan tidak didapatkan dengan menarik diri dari dunia, tetapi dengan memberikan cinta dan perhatian kepada orang lain.
Sementara itu, tradisi Hindu melalui konsep bhakti mengajarkan pengabdian kepada Tuhan dan sesama sebagai ekspresi dari cinta yang murni, di mana kebahagiaan sejati muncul ketika kita memberi, bukan menerima.
Tradisi mistisisme Sufi melihat hubungan personal sebagai cerminan dari cinta Ilahi. Cinta kepada sesama bukan hanya sarana untuk meraih kebahagiaan individu, tetapi juga cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Hubungan yang tulus dan penuh kasih dianggap sebagai jalan menuju persatuan spiritual dengan Sang Pencipta, di mana kebahagiaan sejati lahir dari keterhubungan batin yang mendalam.
Kisah lain yang relevan adalah tentang seorang kakek di desa terpencil di Sumatra, yang meskipun hidup dalam kesulitan ekonomi, menemukan makna hidup melalui kasih sayang dan perhatian keluarganya.
Namun, kisah ini juga menunjukkan bagaimana ketidakadilan struktural membatasi ruang kebahagiaan, dan bagaimana perubahan sosial yang lebih luas diperlukan agar kehangatan hubungan personal dapat sepenuhnya menjadi sumber kebahagiaan.
Dalam banyak hal, hubungan personal seperti api unggun di tengah malam yang dingin. Kehangatan yang diberikan olehnya mampu meringankan beban dinginnya kehidupan, bahkan ketika angin kencang dari dunia luar berusaha memadamkannya.
Api ini menyala dengan cinta, perhatian, dan dukungan dari orang-orang yang kita sayangi. Meskipun api ini tak bisa melawan badai sendirian, ia adalah tempat kita kembali, beristirahat, dan menemukan kekuatan untuk terus melangkah.
Apapun badai sosial atau ekonomi yang mungkin mengguncang hidup kita, hubungan personal yang hangat adalah perahu yang menjaga kita tetap bertahan di tengah gelombang.
Kehangatan dalam hubungan itu adalah tiang yang kokoh, yang mampu menahan beban dunia. Ia mungkin tidak bisa menghilangkan ketidakadilan, tetapi ia adalah tempat berlindung yang memberikan rasa aman dan ketenangan.
Pada akhirnya, hubungan yang hangat dan bermakna adalah fondasi penting kebahagiaan. Tetapi ia tidak cukup jika tidak didukung oleh keadilan sosial.
Penting untuk memahami bahwa hubungan personal hanyalah salah satu aspek dari kebahagiaan yang lebih luas. Kebahagiaan juga memerlukan kondisi sosial yang adil, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk membangun hubungan yang sehat dan bermakna.
Namun, apapun kondisi sosial yang kita alami, hubungan personal yang hangat menjadi cahaya yang menerangi jalan kita.
Kita mungkin tidak bisa mengendalikan dunia di luar sana. Tetapi kita bisa merajut kasih sayang dan kehangatan di dalam hati kita dan di antara orang-orang yang kita cintai.
Kebahagiaan sejati bukanlah soal tempat kita berada dalam tatanan sosial, tetapi soal bagaimana kita saling mendukung, saling mencintai, dan hadir untuk satu sama lain.
Dalam kebersamaan ini, kita menemukan kebahagiaan yang paling tulus—kebahagiaan yang bertahan meski dunia di luar bergolak.***
Jakarta, 18 Oktober 2024
CATATAN
(1) Riset paling panjang dalam sejarah, dilakukan oleh Harvard University, dan menemukan kunci kebahagiaan berada di hubungan personal yang hangat.
https://www.cnbc.com/amp/2023/02/10/85-year-harvard-study-found-the-secret-to-a-long-happy-and-successful-life.html
Penulis : Denny Januar Ali
Editor : Yudel Neno
Terima kasih