Mengenal Figur Seorang Deken Dalam Gereja Katolik
DekenatMena.com – Dr. Doddy Sasi, CMF – Mengenal Figur Seorang Deken Dalam Gereja Katolik
Beberapa waktu lalu ada seorang teman yang bertanya tentang figur seorang Deken dalam Gereja Katolik. Saya mencoba sepintas untuk menampilkan uraian normatif sederhana berkaitan dengan istilah “Vicarius Foraneus” atau yang lebih dikenal dengan sebutan Deken ini.
Dalam pidato dan dokumen kepausan, Paus Fransiskus sering mengingatkan pentingnya kepemimpinan pastoral yang dekat dengan umat, berorientasi pada pelayanan, dan mendukung para imam lainnya dalam pelayanannya. Seorang Vikaris Foran, sebagai pemimpin dekanat atau wilayah tertentu, diharapkan menjadi model kebersamaan, ketaatan, dan sinodalitas. Paus menekankan bahwa pemimpin di dalam Gereja harus melayani dengan “kerendahan hati, semangat persekutuan, dan kesiapan mendengarkan.”
“Gembala harus memiliki bau domba mereka,” ungkap Paus Fransiskus, yang mencerminkan pentingnya seorang Vikaris Foran mendekatkan diri dengan para imam dan umat di wilayahnya.
Istilah “Vicarius Foraneus” berasal dari San Carolus Borromeus pada konsili provinsial Milanese tahun 1565. Maksud dari munculnya istilah “Vicarius Foraneus” ini adalah untuk merestrukturisasi Wilayah Keuskupan Ambrosian kala itu (Constitutiones et Fecreta, Brixiae 1582, 85). Namun, secara historis, istilah “Vicarius foraneus” sebenarnya sudah ada sejak abad VIII sebagai agregasi di wilayah komunitas pedesaan yang dekat satu sama lain. Sebab pada abad IV telah menyebar di Barat komunitas-komunitas kecil di pedesaan yang terpisah satu dengan yang lain. Komunitas-komunitas ini disatukan dan memiliki imam sendiri. Lalu pada Konsili Trente-lah (sess. XXIV De ref., C. 3.20) yang kemudian menetapkan hak seorang “vicarius foraneus” untuk mengunjungi paroki-paroki vikariatnya dan kompetensinya dalam kasus perkawinan dan pidana. Oleh karena itu, saat itu figur seorang vicarius foraneus adalah seorang wakil (vikaris) uskup dengan tugas utama pada bidang kedisiplinan dan pengawasan. Dalam perkembangannya selama berabad-abad dan dengan adanya keragaman tempat, ada pergeseran peran dan fungsi juga dari seorang Vicarius Foraneus. Dia menjadi penjamin kehidupan bersama dan kerjasama dengan para imam wilayah tertentu, perwakilan dari uskup sendiri di wilayah vikariatnya untuk urusan-urusan administrasi biasa.
Paus Benediktus XVI sering berbicara tentang peran “komunio” (persekutuan) dalam Gereja. Dalam konteks Vikaris Foran, dia menekankan pentingnya menciptakan hubungan harmoni dan dukungan antarimam, bekerja sama untuk menghidupkan iman di wilayah yang dipercayakan. Dia pernah menekankan bahwa pemimpin dalam struktur gereja hendaknya berfungsi sebagai “pemersatu” bagi seluruh Gereja lokal.
Pada KHK 1917, kan. 217 disebutkan agar para Uskup mengatur membagi wilayah keuskupannya menjadi wilayah atau distrik, yang terdiri dari beberapa paroki, yang disebut dekenat. Terminologi dekenat itu sendiri dapat diartikan sebagai satu wilayah teritori yang terdiri dari gabungan beberapa paroki terdekat dalam satu keuskupan, dijadikan satu wilayah teritori pelayanan pastoral dibawah seorang koordinator yang disebut Deken (Vicarius Foraneus).
Dalam ensiklik dan pidatonya, Paus Yohanes Paulus II menyoroti pentingnya peran Vikaris Foran sebagai penghubung antara para imam dan uskup di wilayah dekanat tertentu. Dia menekankan tugas penting mereka dalam memberikan arahan pastoral, mendampingi para imam dalam kehidupan rohani, dan memastikan umat di wilayah mereka mendapatkan pelayanan iman yang baik.
“Setiap pelayan dalam Gereja, termasuk Vikaris Foran, dipanggil untuk menjadi ‘tanda kasih Kristus di tengah-tengah kawanan-Nya’,” adalah salah satu pesan penting Paus Yohanes Paulus II.
Pada KHK 1983, untuk menyebut seorang deken, kodeks yang baru menggunakan istilah Vicarius Foraneus, Decanus, Archypresbyter, atau imam yang mengetuai suatu dekenat (Kan.553). Kuasa dan kewenangan seorang Deken berbeda dengan kewenangan seorang Vikaris Episkopal dan tentu saja berbeda juga dengan seorang Vikaris Jenderal. Vikaris Episkopal punya kewenangan eksekutif dan administratif sebagaimana yang dimandatkan atau diberikan uskup kepadanya. Sedangkan seorang Deken hanya berwenang untuk koordinasi kegiatan/pelayanan pastoral bersama dengan para pastor lainnya dalam suatu dekenat. Seorang deken biasanya juga dianggap sebagai rekan yang dituakan atau kepala dari presbiter lainnya. Maka tugas utama seorang deken pada suatu dekenat adalah mengkoordinasi pelayanan pastoral pada teritori vikariatnya.
Paus Paulus VI dalam pembicaraannya tentang struktur Gereja lokal menekankan pentingnya Vikaris Foran sebagai pemersatu para imam di bawah kepemimpinan uskup. “Pemimpin gereja harus menjadi cermin iman yang hidup, penghubung dalam pelayanannya, dan pemersatu dalam semangat pelayanan Kristiani.”
Seorang Deken ditunjuk oleh uskup diosesan untuk jangka waktu tertentu dan bisa saja kemudian diberhentikan dengan bebas dari jabatannya oleh Uskup diosesan karena alasan yang wajar dengan pertimbangan yang arif. Adapun tugas dan fungsi (kewajiban dan hak) seorang deken (kan.555): mengembangkan dan mengkoordinasi kegiatan pastoral bersama di dekenat; mengupayakan agar klerikus di wilayahnya menghayati hidup yang sesuai bagi statusnya dan memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan seksama; mengusahakan agar perayaan-perayaan keagamaan dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan liturgi suci, agar keanggunan dan kerapian gereja-gereja serta perlengkapan suci, terutama dalam perayaan Ekaristi dan penyimpanan Sakramen mahakudus, dipelihara dengan seksama, agar buku-buku paroki diisi dengan tepat dan disimpan semestinya; agar harta-benda gerejawi diurus dengan teliti; dan akhirnya agar pastoran dipelihara dengan sebaik-baiknya; hendaknya ia berusaha agar klerikus, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular, pada waktu-waktu yang ditetapkan mengikuti kuliah-kuliah, pertemuan-pertemuan teologis atau konferensi-konferensi, hendaknya ia mengusahakan agar bagi para imam dari wilayahnya tersedia bantuan rohani seperti rekoleksi atau retret, dan memberi perhatian bagi imam-imam yang dalam keadaan sukar-susah atau mengalami masalah; hendaknya ia juga mengusahakan agar Pastor Paroki dari wilayahnya yang diketahuinya sakit keras jangan kekurangan bantuan rohani dan jasmani agar jangan sampai terlantar; ia juga terikat kewajiban mengunjungi paroki-paroki wilayahnya menurut ketentuan Uskup diosesan.
Sangat diharapkan seorang deken (Vicarius Foraneus) harus melaksanakan dengan baik ketujuh tugas dan fungsi koordinatif dan animatif ini.
Dr. Doddy Sasi, CMF (Alumni Bidang Hukum Gereja Katolik di Universitas Kepausan Roma)