Profil

Mengenang Kebijaksanaan dan Keterbukaan Mgr Petrus Turang

DekenatMena.comMengenang Kebijaksanaan dan Keterbukaan Mgr Petrus Turang – oleh Pater Dr. David Amfotis, SVD

Saya pertama kali mengenal beliau di Atambua pada tahun 2008 dalam sebuah pertemuan yang berkaitan dengan kepulangan pengungsi Timor Leste.

Pada waktu itu, beliau diangkat oleh Presiden SBY sebagai salah satu anggota tim pencari fakta dan pengungkap kebenaran guna membangun rekonsiliasi di antara warga Timor Leste. Beliau hadir di Atambua tanpa bertemu dengan Mgr Anton Pain Ratu sehingga terjadi sedikit perbedaan pemahaman di antara keduanya.

Walaupun demikian, Mgr. Petrus menegaskan bahwa kedatangannya ke Atambua sebagai warga negara Indonesia, bukan sebagai Uskup Kupang, sedangkan Mgr Anton berujar, “Engkau harus melapor, karena Atambua ini merupakan wilayah saya.”

Kebetulan waktu itu saya juga menjabat sebagai Koordinator JPIC SVD Timor, sehingga saya turut hadir dalam pertemuan tersebut. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat rasional dan terkadang bertindak spontan.

Setelah saya pindah ke Kupang, saya semakin mengenal beliau karena ia merupakan salah satu anggota Pembina Yapenkar. Setiap tahun, kami mengadakan rapat umum anggota Pembina Yapenkar yang menangani Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

Dalam pertemuan tersebut, saya semakin mengapresiasi kecerdasan dan sikap kritis beliau. Analisis dan daya kritis yang dimilikinya membuat penyampaian laporan menjadi penuh kehati-hatian dan ketegangan.

Pertanyaan-pertanyaannya yang tajam kerap menciptakan suasana serius, namun segera dicairkan dengan senda gurau saat istirahat.

Setiap penutup rapat tahunan selalu diakhiri dengan sesi minum bersama, yang tentunya melibatkan minuman keras, termasuk cap tikus, sejenis alkohol khas Manado.

Terima kasih, Mgr Petrus, atas kebaikanmu sebagai anggota Pembina Yapenkar yang telah memberikan masukan berharga untuk perbaikan manajemen, struktur, dan tata kelola universitas Katolik.

Hal tersebut sejalan dengan semangat dokumen Ex Corde Ecclesiae yang bertujuan menguatkan identitas Katolik, meningkatkan kualitas pendidikan, serta mendorong penelitian dan inovasi demi kesejahteraan umat.

Suatu ketika, saya mendampingi kongregasi suster dari Korea yang hendak bertemu beliau untuk mengajukan permohonan pembukaan biara di Kupang. Saat itu, beliau bertanya, “Apa misi kamu?”

Lalu suster tersebut menjelaskan misi mereka yang kurang lebih serupa dengan kongregasi suster yang telah ada di Kupang. Tanpa berbelit, beliau menyambung, “Saya mau kamu urus orang muda dan bisnis seperti di Korea. Kalau begitu, saya akan membutuhkan kongregasi suster di Pulau Sabu dan Rote.”

Kedua suster itu kemudian pulang dengan pertanyaan perenungan, apakah mereka harus mengubah spiritualitas mereka. Beliau memang dikenal dengan cara berbicara yang terbuka, langsung, dan tanpa basa-basi.

Selamat jalan, Mgr Petrus. Beristirahatlah dalam damai.

Tulisan ini ditulis oleh Pater David Amfotis, SVD dan di edit oleh Rm Yudel Neno, Pr.

Komentar
Back to top button