Profil Paroki MenaRefleksi

Mutiara Hidup Sinodalitas bagi Unio Keuskupan Atambua dari Komunitas Pastoran Paroki Santa Filomena Mena

DekenatMena.comMutiara Hidup Sinodalitas bagi Unio Keuskupan Atambua dari Komunitas Pastoran Paroki Santa Filomena Mena – by Yudel Neno, Pr

Pendahuluan

Kehidupan komunitas dalam pelayanan pastoral bukan sekadar kebersamaan secara fisik, tetapi sebuah perjalanan rohani yang memungkinkan setiap pribadi bertumbuh dalam kasih dan panggilan imamat. Di dalamnya, terdapat dinamika yang memperkaya, baik dalam aspek spiritual, intelektual, maupun pastoral.

Testimoninya ialah Paroki Santa Filomena Mena menjadi salah satu wadah di mana nilai-nilai sinodalitas dan kolegialitas dihidupi dalam keseharian para pelayan Tuhan….dan sebagai Penulis; Saya berani katakan itu.

Tulisan ini merupakan refleksi atas keunikan dan keutamaan setiap pribadi dalam komunitas pastoral Paroki Filomena, yang kiranya dapat berkontribusi sebagai mutiara hidup bagi Unio Keuskupan Atambua.

Sebagai Adik yang paling muda; saya, Romo Yudel Neno, mengalami secara langsung bagaimana dinamika dalam hidup komunitas di Paroki Mena, bukan hanya menjadi ruang belajar, tetapi juga ladang di mana rahmat Tuhan semakin nyata dalam kehidupan bersama.

Para senior dalam komunitas Pastoraan Paroki Mena bukan hanya rekan sepelayanan, tetapi juga Guru yang dengan cara mereka masing-masing menunjukkan bagaimana menjadi imam yang tidak hanya setia dalam tugas, tetapi juga kaya dalam kebijaksanaan dan kebajikan.

Dari kedalaman refleksi, tampak jelas bahwa komunitas bukanlah sekadar tempat tinggal bersama (dari koeksistensi menuju proeksistensi), melainkan ruang formasi yang terus mengasah dan membentuk karakter setiap pribadi.

Keheningan penuh kebijaksanaan dari Romo John Seran Nahak, Pr., ketajaman visi ekonomi pastoral dari Romo Dius Nahas, Pr., keseimbangan rohani dan manajerial dari Romo Dens Nabu, Pr., kerendahan hati yang tulus dari Fr. Valdy Hani, hingga keberanian intelektual dari Fr. Alfin Bria—merupakan warisan yang memperkaya…tidak hanya komunitas lokal, tetapi juga Unio secara lebih luas.

Sebagai seorang Adik di antara Mereka, Saya belajar bahwa kebersamaan dalam pelayanan bukanlah tentang siapa yang lebih senior atau lebih berpengalaman, tetapi tentang bagaimana setiap pribadi dapat saling melengkapi dalam terang kasih Tuhan.

Pengalaman hidup di komunitas Paroki Santa Filomena mengajarkan bahwa keberagaman karakter bukanlah hambatan, melainkan kekayaan yang, jika dihayati dengan rendah hati dan keterbukaan, dapat menjadi fondasi yang kokoh bagi kehidupan imamat yang semakin matang.

Komunitas adalah ruang di mana rahmat Allah bekerja dalam kebersamaan dan dinamika hidup yang saling memperkaya.

Paroki Santa Filomena Mena, sebagai bagian dari perjalanan pastoral Keuskupan Atambua, menghadirkan warna tersendiri dalam keunikan para pelayannya.

Di tengah tantangan dan harapan yang terus berkembang, komunitas pastoral di paroki ini telah menjadi tempat di mana sinodalitas dan kolegialitas hidup dan berbuah.

Dari kehidupan sehari-hari, lahirlah sebuah kesaksian yang memberi makna bagi Unio Keuskupan Atambua: bahwa setiap pribadi, dalam kodrat dan keunggulannya masing-masing, dipanggil untuk membangun tubuh mistik Kristus dengan kebajikan yang terus berkembang.

Dalam kebersamaan di Paroki Mena, ketenangan batin dan kepercayaan yang luar biasa dari Romo John Seran Nahak, Pr, menjadi pilar yang meneguhkan. Ia menghadirkan keteduhan dalam pengambilan keputusan pastoral dan menjadikan keterbukaan sebagai jalan untuk mendengarkan umat.

Kepercayaannya yang tak tergoyahkan pada penyelenggaraan Ilahi mengajarkan bahwa kepemimpinan pastoral bukan tentang kendali penuh atas situasi, melainkan tentang percaya bahwa Allah selalu hadir dalam dinamika hidup komunitas. Keteguhan ini sesungguhnya memberi inspirasi bagi para imam lainnya dalam Unio, bahwa stabilitas spiritual adalah kekuatan yang menopang pelayanan di tengah berbagai tantangan.

Di sisi lain, peran Romo Dius Nahas, Pr, dalam memberdayakan umat secara ekonomi menghadirkan wajah Gereja yang peduli pada kesejahteraan umatnya. Gereja bukan hanya tempat berdoa, tetapi juga ruang bagi manusia untuk berkembang secara utuh, baik secara spiritual maupun ekonomi. Melalui keterampilannya, ia telah menjadi bukti bahwa seorang gembala harus berpikir jauh ke depan, melihat kebutuhan umat, dan mencari solusi yang membangun kemandirian bersama.

Semangatnya menjadi pengingat bagi para imam di Unio bahwa Gereja yang hidup adalah Gereja yang tidak hanya berbicara tentang kasih (dimensi akademik pastoral), tetapi mewujudkannya dalam aksi nyata (dimensi sosio caritatif) yang membawa umat pada kehidupan yang lebih bermartabat.

Dalam keseimbangan antara spiritualitas dan manajemen, Romo Dens Nabu, Pr, menampilkan harmoni antara doa dan pengelolaan sumber daya. Seorang imam tidak hanya dipanggil untuk menjadi pemimpin rohani, tetapi juga pengelola yang bijaksana dalam tanggung jawabnya atas aset dan keuangan Gereja. Kehidupannya yang berakar dalam doa menunjukkan bahwa manajemen yang baik tidak hanya bergantung pada perhitungan manusiawi, tetapi juga pada hikmat yang lahir dari relasi yang mendalam dengan Allah. Dalam Unio, teladan ini mengajak setiap imam untuk lebih reflektif dalam mengelola sumber daya dengan kebijaksanaan dan transparansi, sehingga pelayanan pastoral dapat berjalan dengan keberlanjutan yang terarah.

Kesederhanaan dan kerendahan hati Fr. Valdy Hani menghadirkan wajah pelayanan yang berorientasi pada kasih dan kebersamaan. Ia tidak menempatkan dirinya sebagai yang lebih tahu atau lebih berhak, tetapi sebagai seorang pelayan yang siap untuk belajar dan bertumbuh dalam komunitas. Sikap ini memperlihatkan bahwa dalam kolegialitas, yang paling berharga bukanlah siapa yang paling kuat, tetapi siapa yang paling mampu merangkul perbedaan dan menjadikannya sebagai kekayaan bersama. Sikap rendah hati inilah yang menjadi mutiara bagi Unio, bahwa keutuhan hidup imamat tidak diukur dari jabatan atau pengalaman, tetapi dari sejauh mana seorang imam mampu menjadi sahabat bagi sesama dalam perjalanannya.

Dalam dinamika pastoral yang membutuhkan refleksi kritis, keberanian bertanya dan kecakapan berargumen dari Fr. Alfin Bria menjadi sebuah anugerah. Sinodalitas tidak tumbuh dalam kebisuan, tetapi dalam keberanian untuk berbicara, mempertanyakan, dan mencari jawaban yang lebih mendalam. Dengan ketajaman berpikir dan keingintahuan intelektualnya, ia mengajak komunitas untuk tidak menerima begitu saja, tetapi menggali lebih dalam makna dari setiap keputusan pastoral yang diambil. Sikap ini menjadi pengingat bagi para imam di Unio bahwa pertumbuhan iman tidak datang dari kepasifan, tetapi dari dialog yang terbuka dan reflektif, yang memungkinkan Gereja untuk terus berkembang dalam kebijaksanaan dan kebenaran.

Keseluruhan kehidupan di Komunitas Pastoran Paroki Santa Filomena Mena adalah sebuah lukisan yang menggambarkan bagaimana sinodalitas dan kolegialitas menjadi pola hidup pastoral yang nyata. Keunikan dari setiap pribadi bukanlah pemisah, tetapi justru menjadi kekayaan yang membentuk harmoni. Masing-masing imam dengan keunggulan dan kebajikannya saling mengisi, memperkaya, dan membangun Gereja sebagai komunitas yang hidup. Dari sinilah, lahir sebuah pesan yang bermakna bagi Unio Keuskupan Atambua: bahwa panggilan imamat adalah panggilan untuk bertumbuh bersama, untuk saling belajar, dan untuk terus mencari cara terbaik dalam menghadirkan wajah Kristus di tengah umat.

Komunitas pastoral ini bukan hanya berjalan dalam kodratnya masing-masing, tetapi dalam hukum sosial yang mengundang setiap pribadi untuk belajar dari satu sama lain. Inilah mutiara hidup komunitas, bahwa dalam kebersamaan, rahmat Allah semakin nyata. Per communione et missione!

Kesimpulan

Merenungkan kehidupan komunitas pastoral di Paroki Santa Filomena Mena membawa saya pada kesadaran bahwa menjadi seorang imam bukan hanya soal tugas-tugas sakramental dan administratif, tetapi lebih dari itu, tentang bagaimana kita menjalani kehidupan bersama dalam semangat pelayanan dan kebersamaan. Sinodalitas dan kolegialitas bukan sekadar konsep yang harus dihafalkan, tetapi realitas yang harus dihidupi. Dalam dinamika komunitas ini, saya menyaksikan bagaimana setiap imam dengan keunikan masing-masing berkontribusi dalam membangun tubuh mistik Kristus.

Refleksi ini adalah kesan pribadi saya sebagai anggota komunitas yang paling muda. Saya menemukan bahwa kebijaksanaan tidak hanya datang dari pembelajaran akademis, tetapi juga dari pengalaman hidup yang dituliskan dalam keseharian.

Dari Romo John, saya belajar bahwa ketenangan batin dan kepercayaan kepada Tuhan adalah kekuatan terbesar dalam menghadapi berbagai dinamika pastoral.

Dari Romo Dius, saya memahami bahwa Gereja harus memiliki visi pemberdayaan ekonomi agar umat semakin mandiri dan sejahtera.

Dari Romo Dens, saya mendapat pelajaran bahwa kehidupan rohani yang mendalam harus berjalan selaras dengan pengelolaan sumber daya yang bijaksana.

Dari Fr. Valdy, saya melihat bagaimana kerendahan hati dapat menjadi jalan terbaik dalam membangun relasi yang harmonis.

Dari Fr. Alfin, saya terinspirasi bahwa keberanian bertanya dan berpikir kritis adalah bagian dari pertumbuhan iman yang sehat.

Lebih dari sekadar refleksi, tulisan ini adalah sebuah ungkapan syukur atas kesempatan belajar dan bertumbuh dalam komunitas yang penuh warna ini.

Saya menyadari bahwa dalam kebersamaan, kita tidak hanya berbagi ruang dan tugas, tetapi juga nilai-nilai dan kebajikan yang memperkaya hidup imamat kita.

Komunitas pastoral ini telah menjadi bukti bahwa keberagaman adalah anugerah, dan sinodalitas serta kolegialitas adalah jalan bagi Gereja untuk terus berkembang dalam kasih dan kebenaran. Saya berharap bahwa apa yang telah saya alami di komunitas ini dapat menjadi inspirasi bagi para imam di Unio Keuskupan Atambua dan di mana pun mereka berkarya. Dalam kebersamaan, rahmat Allah semakin nyata. Per communione et missione!.

Komentar

Related Articles

Back to top button